Kehidupan ini isinya pengulangan kebiasaan-kebiasaan yang berjalan secara terpaksa atau otomatis. Sejak bangun pagi hinggu kembali ke tempat tidur, kita dihadapkan pada pengambilan keputusan yang bergantian antara keputusan baik atau buruk yang mengantarkan kita pada kesimpulan apakah pada hari tersebut berakhir pada hari baik atau buruk.
Dari buku Atomic Habits yang ditulis oleh James Clear, saya mendapati kesimpulan baru yaitu untuk mendapatkan kebiasaan, kuncinya adalah frekuensi pengulangan, bukan jumlah jam yang ditanamkan terhadap suatu kebiasaan tersebut & juga bukan mengejar kesempurnaan.
Seperti ini gambaran yang saya dapatkan dari uraian yang tertera dalam Bab 11 tentang percobaan seorang guru besar di University of Florida yang membagi mahasiswa jurusan fotografinya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok "kuantitas" dan "kualitas". Permainan dimulai dengan memberikan tugas selama satu semester kepada masing-masing kelompok. Kelompok "kuantitas" memperoleh nilai berdasarkan jumlah karya yang dihasilkan. Seratus foto akan mendapat nilai A, sembilan puluh foto bernilai B, delapan puluh foto bernilai C, dan seterusnya.
Sementara itu, untuk kelompok "kualitas" akan dinilai berdasarkan kehebatan karya mereka. Mereka hanya perlu membuat satu karya foto selama satu semester itu dan jika hasil fotonya mendekati sempurna maka mereka akan mendapatkan nilai A.
Pada akhir semester, hasilnya mengejutkan, semua foto terbaik dihasilkan dari mahasiswa dalam kelompok "kuantitas". Alasannya jelas saja, selama satu semester itu mahasiswa kelompok itu sibuk membuat foto, melakukan latihan dan eksperimen dengan berbagai macam angle, komposisi, pencahayaan, momen dan banyak belajar dari refleksi yang dilakukan setiap pengambilan foto. Ratusan foto meningkatkan skill mereka dan tentunya proses belajar aktif berhasil dilakukan oleh mereka.
Sedangkan, pada kelompok mahasiswa yang mengejar "kualitas", kebanyakan melamun, bingung menggali dan mempelajari seperti apa foto yang sempurna hingga pada akhirnya mereka hanya menghasilkan foto yang biasa-biasa saja.
Terdapat perbedaan jelas dalam mengambil tindakan dan merencanakan tindakan. Hasil yang terlihat di permukaan tentu saja berasal dari seberapa sering kita mengambil tindakan (take action). Kita tidak akan kemana-mana hanya dengan memikirkan, membayangkan, membuat rencana atau strategi tanpa doing it. Itulah mengapa mereka yang cenderung langsung take action tanpa mikir banyak-banyak mendapatkan kesempatan eksplorasi jauh lebih besar dibandingkan yang terlalu lama berpikir dalam tahap merencakan.
Padahal sering kali kalau perencanaannya terlalu sempurna, justru akan membuat kegagalan dalam action alias gak jadi direalisasikan. Kita tentunya tak ingin hanya sekedar pintar dalam membuat rencana namun payah dalam merealisasikannya, iya kan?
Take action artinya berlatih sesering mungkin hingga akhirnya menjadi kebiasaan yang sudah otomatis kita lakukan setiap hari. Kebiasaan terbentuk berdasarkan frekuensi, bukan waktu yang ditanamkan.
Comments