Halo, Selamat Pagi :-)
Bertemu lagi dengan tulisan baru hari ini. Ingin sekali menuangkan pemikiran tentang hari pendidikan nasional yang dirayakan kemarin, tanggal 1 Mei. Sudah sejauh mana hasil pendidikan kita ? Ah, rasanya terlalu sedih melihat hasil outputnya hari ini. Ketidakjelasan datangnya dari pemerintah. Belum ada blue print yang jelas. Lah wong setiap 5 tahun sekali berganti kebijakan dan akhirnya menimbulkan kebingungan bagi para pengajar dan murid-muridnya.
Apa sebenarnya tujuan pendidikan nasional kita?
Menurut UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 3, tujuan pendidikan kita adalah mencerdaskan bangsa dengan mengembangkan potensi pelajar agar menjadi orang yang cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan tentunya bertanggung jawab.
Apakah tujuan tersebut sanggup kita capai dengan cara model pendidikan lama? Dimana pola tersebut fokusnya mungkin hanya di sekitar menghapal dan sekedar tahu permukaannya saja, dan sudah pasti jauh sekali dari kemungkinan untuk mengantarkan pelajar dapat memiliki skill yang cukup untuk masuk ke dunia nyata.
Gap antara apa yang dipelajari di sekolah dengan apa yang diperlukan oleh dunia kerja/profesional sangat lebar. Mulai dari kurikulum yang tidak relevan, sistem penilaian yang sama untuk setiap anak, juga kurangnya kesempatan untuk merasakan tantangan pada dunia nyata.
Apakah kalau seperti ini kita bisa siap menghadapi persaingan total secara global yang sudah keliatan jelas akhir-akhir ini? Coba eksplorasi saja platform dunia kerja seperti Fiver, Upwork, Linkedin dll. Talenta secara global terpampang di depan mata. Kita sudah harus bersaing secara keterampilan secara global. Kalau kita tidak siapkan dari sekarang, bagaimana dengan harapan menyongsong generasi emas di tahun 2045 dimana kita berharap SDM dan karakter dari negara kita benar-benar berkualitas dan berdaya saing tinggi? Waduh, jadinya bukan optimis malah kehilangan harapan.
Tahun 2045 tinggal 20 tahun lagi. Tidak lama lagi. Sebagai orang tua kita benar-benar harus mempersiapkan anak-anak kita untuk siap menyongsong bonus demografi yang diperdengungkan sebagai kekuatan negara kita. Dimana di saat itu nanti sekitar 70% dari jumlah penduduk kita berada di dalam rentang usia produktif (15-65 tahun), sisanya adalah sekitar 30% di usia di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun. Kata kuncinya adalah di PERSIAPKAN ANAK-ANAK KITA. Supaya bonus ini benar-benar bisa mengantarkan negara kita menjadi lebih maju dan bukan malah sebaliknya menjadi sumber masalah karena masalah pengangguran, kemiskinan, kejahatan, kesehatan yang buruk dan lain sebagainya. (sumber: IndonesiaBaik)
---
KEPUTUSAN PENTING
Hingga pada akhirnya di tahun 2016, kami memutuskan untuk mengambil tanggung jawab atas pendidikan anak sulung kami yang bercita-cita ingin menjadi penulis. Teringat kata-katanya yang sudah tidak ingin lagi bertemu dengan pelajaran matematika. Ia hanya ingin belajar menulis, menggambar dan animasi. Karena itulah akhirnya kami memilih metode belajar mandiri (homeschooling secara mandiri) sejak ia lulus SMP. Tujuan akhirnya jelas, tentu saja : agar ia dapat belajar hal-hal yang memang disukai sehingga dapat menjadi keterampilan sebagai bekal masa depannya. Tugas utama kami adalah mendampingi dalam pembuatan portofolio. Apalagi ia memilih profesi yang tidak mensyaratkan ijazah sama sekali. Jadi kenapa harus melanjutkan ke jenjang setelah lulus SMP, kan?
So, kami berusaha mengalokasikan energi dan fokus pada proses penguatan keterampilan yang diinginkan anak. Satu hal yang kami yakini : sebagai profesional anak kami wajib memiliki portofolio sebagai bukti kecakapan dalam bidang yang ingin dia fokuskan.
Waktu berjalan sedemikian cepat, saat ini anaknya alhamdulillah sudah memiliki bekal jangka panjang untuk menjalani kehidupan sebagai seorang dewasa. Di usia 23 tahun, alhamdulillah dia sudah mandiri dan insya Allah dapat bertanggung jawab atas kehidupan pribadinya dan perkembangan hidupnya.
Kami tak lagi membiayainya sejak ia sudah punya penghasilan sendiri. Alhamdulillah, lega sekali rasanya. Setelah bertahun-tahun menjalani homeschooling, akhirnya buahnya sudah kami rasakan. Anak sulung kami punya bekal keterampilan, inisiatif, adaptif terhadap perubahan zaman dan bertanggung jawab besar atas hidupnya sendiri.
Kami menyadari bahwa peran orang tua memberi kontribusi paling besar terhadap output di saat ini. Orang tua tidak boleh pasrah, karena kitalah yang seharusnya memastikan pertumbuhan dan pendidikan anak-anak, tidak bisa lagi menunggu pemerintah untuk arah, visi dan misi jangka panjang pendidikan anak kita, orang tua harus mau secara aktif terlibat. Karena untuk menyiapkan anak siap bersaing dan mandiri tidak lagi cukup dari sekedar lulus ujian atau memiliki ijazah saja namun yang paling dibutuhkan adalah keterampilan untuk: menentukan tujuannya mau apa? Bagaimana caranya agar tujuan tersebut bisa diraih? Apa saja yang perlu dipelajari dan dilakukan agar tercapai?
Karena yang berhasil nanti bukan yang paling pintar atau yang lulus sekolah/perguruan tinggi saja, namun mereka yang siap beradaptasi terhadap perubahan zaman.
Apakah kita sudah (dengan serius) memikirkan persiapan untuk anak-anak agar mampu bersaing secara global?
word count : 733
Comments